Jumat, 08 Oktober 2010

My Story in Skin & Venereal Disease

Pertama-tama saya tekankan, cerita ini memang fakta belaka, tapi kesamaan nama, tempat dan waktu hanyalah kebetulan semata.

Sabtu, 2 Oktober 20xx, siang itu peluh mengalir di sekujur tubuh kami bertujuh. Kami semua berdiri tegak menunggu keputusan yang menentukan akhir stase kami di bagian kulit dan kelamin ini. Terlihat seorang dokter laki-laki sedang melipat-lipat kertas sambil kami kelilingi beliau menunggu dengan cemas. Ya, inilah waktunya kami membagi penguji untuk akhir stase kulit dan kelamin ini. Hidup itu adalah pilihan, jadi siapapun menurut saya tidak masalah bukan (walau sebenarnya berharap dr. F sebagai penguji, hahahaha). Dokter pembimbing kami pun akhirnya menjatuhkan kertas-kertas itu ke mejanya, dan kami setengah berebutan menyambut kertas tersebut dan membukanya dengan penuh harapan. (mungkin ini yang namanya "dikocok-kocok, tegang, keluar putih-putih")

"Inisial DP, hm....baiklah mari kita cari RI*(rahasia intern)-nya," pikirku dalam hati.
*RI adalah sebuah catatan yang dibuat koass-koass sebelumnya berisi kumpulan pertanyaan dari dokter yang bersangkutan. Umumnya soal ujian pertanyaanya tidak jauh dari sana.

Minggu, 3 Oktober 20xx, Perasaan malas menghampiriku. Sebuah (atau seorang) setan yang bernama malas selalu mengganggu tak kala saya membuka sehalaman buku. Beruntunglah saat itu aku mempunyai malaikat (pacar-red)-ku sendiri, sehingga setan pun kalah oleh dukungan dia kepadaku. Sebagai hadiah, pacarku memberikan sebarek pertanyaan dari dokter pengujiku, hahahaha.

Senin, 4 Oktober 20xx, hari "pembantaian" pun tiba. Saatnya kami semua mengikuti dokter yang bertugas di poliklinik kulit untuk meminta pasien ujian. Tiba-tiba, Tuhan berkehendak lain, seorang dokter berparas cantik bagai artis film Korea (kita sebut dr.Lin) menghampiri dokter pembimbing kami dan memberi tahu bahwa salah seorang dokter senior tidak menguji lagi. Kilat pun menyambar di siang hari (eh, masih pagi deng), kecuali yang diuji oleh dr.F semua diundi kembali dan saya pun mendadak dapat dr. Lin yang sama sekali aku belum pernah liat ada RI-nya. Apa boleh buat, inilah permainan kehidupan, aku pun akhirnya mengikuti dr.Lin yang cantik ini untuk mencari pasien.

Kronologis mencari pasien saat itu ; (kami = aku dan dr.Lin)
  • Pasien pertama = Dermatitis Atopik --> kami saling berpandangan dan setuju menolak
  • Pasien kedua = Acne Vulgaris --> ditolak oleh dr.Lin, kecuali klo ada lagi (saya juga telat jawab iya sih)
  • Pasien ketiga = Scabies* --> akhirnya, Disease Of Choice (DOC)
*Sayangnya anaknya yang disuruh jadi pasien ujian (T_T), soalnya rada susah dosis anak-anak, hiks....

Aku pun akhirnya melakukan anamnesis, inspeksi dan palpasi, lanjut pemeriksaan selopan (sebuah pemeriksaan dengan cara menempelkan isolasi ke lesi di pasien kemudian mencari tungau pada isolasi tersebut di bawah mikroskop). Selanjutnya aku pun membuat status ujian dan kemudian menunggu dr.Lin selesai memberi bimbingan pada anak-anaknya. Untung sang dokter cantik memending ujiannya menjadi besok. Thanks, doc! Hehehehehe

Selasa, 5 Oktober 20xx, harap-harap cemas menunggu panggilan dr. Lin. Aku khawatir beliau tidak jadi menguji lagi karena pasiennya sangaaat banyak. Mungkin karena sudah jadi dokter kulit, cantik pula, pasien pun percaya, hahahaha. Tiba-tiba pukul 12.00 PM telefon pun berbunyi dan aku mengangkatnya berharap dr. Lin. =)

dr.Lin : Halo, ini siapa ya? --> aku langsung tahu ini dr.Lin
P : Ini, Adhit, Dok
dr.Lin : Dit, kamu ujian sekarang ya, ke atas sekarang ya
P : Oh, baik, Dok, terima kasih (tanpa sadar bilang terima kasih, dokternya ketawa)

Aku pun kemudian naik dan masuk ke ruang pemeriksaan dr. Lin untuk ujian, dan kata pertama yang dia bilang adalah, "Dit, klo nulis nama pasien pake inisial aja ya, ga enak klo kebaca." dan dilanjutkan dengan pertanyaan, "Kamu udah lewat apa aja, Dit?" (hati-hati!!bisa merupakan pertanyaan menjebak yang menentukan tingkat kesulitan ujian). tapi entah kenapa aku gak bisa berbohong dan malah berkata yang sebenarnya, hahahaha.

Ujian pun dimulai, ini kronologisnya :

Akhirnya ujian pun dimulai....

Ujian dimulai seperti biasa, dimana dokter akan mempertanyakan status dan pemeriksaan yang kita lakukan kemudian kita mempertanggungjawabkan apa yang kita tulis. Pada awalnya dr. Lin yang cantik jelita ini menanyai aku pertanyaan-pertanyaan standard seputar :

1. Diagnosis kamu apa?
2. Kenapa kamu diagnosis itu?
3. Kira-kira Diagnosis Bandingnya apa ya?

Ada beberapa pertanyaan yang tak jua dapat kujawab karena minimnya textbook yang aku punya (walau padahal klo banyak juga ga akan dibaca,,,hahahaha). Berhubung sang dokter cantik ini rajin membimbing anak-anaknya, ujianku pun akhirnya BERSAMBUNG, dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab dijadikan tugas untuk keesokan harinya. Lumayanlah untuk hari pertama ini, aku bisa hampir 70%-nya ditambah asyik ngeliat wajah dokter cantik (lho?).

Rabu, 6 Oktober 20xx, ujian kedua pun dimulai lagi...tepatnya jam 09.00 AM, telepon sudah berbunyi memanggil sang ksatria ini untuk kembali diuji oleh sang baginda ratu. Tiba-tiba....Sesampainya aku di atas, oleh perawat-perawat disuruh langsung masuk ke ruangan Sang Ratu dan ketika masuk, kudapati sebuah kertas bertuliskan "Dit, saya ada rapat mendadak nih...kamu udah saya siapin soal-soal di kertas, kamu kerjain ya ;) Tugas jangan lupa ditaruh saja di meja saya ya..." "With Love, dr.Lin"

....
.....
......

Oke, yang "With Love, dr.Lin" itu gw karang sendiri tapi yang laennya bener...Sejujurnya tentu gw syok, karena ternyata hari ini ujian tulisan dan ujian lisan akan berlanjut di hari esoknya,,,hahahahaha...Koass-koass, emang udah nasibnya harus nurut aja ya....baiklah dengan semangat aku pun mengerjakan soal itu, antara lain :

1. Sebukan apa itu Morbus Hansen dan penatalaksanaannya!
2. Sebutkan Definisi, etiologi dan penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual secara lengkap!

Oke, 2 soal yang cukup sulit untuk aku kerjakan karena sering ketuker-tuker nih obatnya, jadi aku kerjakan sebisaku. Siyalnya, pulpen yang aku pake ternyata tintanya habis....dan karena bingung akhirnya spontan aku lari ke bawah buah mengambil pulpen, hahahaha...Males sih karena harus turun 2 lantai. Sesampainya di bawah, komentar Dokter pembimbingku hanya satu : "Dit, kamu masih ujiaan toh? Lama banget,,,Hahahahahha". Awalnya aku bingung kenapa beliau begitu, ternyata dibalik tubuh tegapnya, teman-temanku sudah berhura-hura karena ujian mereka sudah beres SEMUA!!! Padahal aku agaknya penguji 1 pun belum beres betul. Tapi ya sudahlah, demi bangsa dan negara aku pun maju.

Soal demi soal (padahal cuma 2 soal) ku kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tapi tetep aja yang namanya Koass juga manusia dan bukan spesialis, ada beberapa yang aku kerjakan seadaanya. Spontan sih takut karena kayanya bakal nilai pas-pasan (wong cuma 2 soal boo), TIBA-TIBA, ada tulisan yang bertumpuk di kertas soal, kubalik dan kubaca, ternyata tulisannya adalah "Dit, kamu kerjain sebisanya aja ya...tar bikin lagi yang bagusnya di rumah...tenang ga masuk nilai ko." Doeeeeng!!! Lucu nian pengujiku ini, tapi ya apa boleh buat deh, untung cantik. Akan tetapi perasaan antara sedih, senang, letih, lesu, dan rindu akan pacar (lho?) bercampur aduk.

Kamis, 7 Oktober 20xx, ujianku pun berlanjut dan pertanyaan semua berasal dari tugas yang kubuat itu, tapi yang bikin tragis adalah, Sang Ratu berkata, "Dit, ternyata saya ga jadi penguji 1, tapi 2....", dan aku hanya bisa shock, berusaha tenang aku pun kembali bertanya "Penguji 1 saya siapa dong, Dok?, " Oh iya, penguji 1 kamu dr. DP," DOEEENGG Again!!! tragis saya ga baca RI dia tapi ya udahlah pengen cepet selesai, yang penting jangan salah bicara sama beliau (nanti kamu akan mengerti maksudnya). Pukul 12.30 PM pun aku ke atas untuk diuji dr.DP

Sesampainya di atas :
P : Permisi, Dok
dr.DP : Ya, Adit ya...dr.Lin udah cerita tuh tentang kamu
(terus beliau kaya berpikir lalu ketawa, entah apa yang diceritain aku tak tahu lho)
dr. DP : Ya udh, ditanya apa aja kamu, Dit?
P : Oh, Morbus Hansen ma IMS, Dok* (doeeeng)
*Ya inilah yang dimaksud salah bicara, karena beliau sangat ahli dan seneng banget ma 2 materi ini
dr. DP : Wah, klo gitu kamu udah bisa dong...sip deh klo gitu (tersenyum kemenangan)
P : ........... (keringat sudah bercucuran)

Tapi untunglah ternyata beliau hanya bertanya seputar penyakit aku saja yaitu Scabies dan tidak bertanya yang lain. Aku pun keluar dan bagaikan pemain sepak bola yang telah mencetak gol, aku berlari melambai kepada para pendukungku di bawah (teman-teman-red).

Akhirnya, Hari itu, kamis 7 Oktober 20xx, ujian dan stase-ku di kulit dan kelamin (officialy) berakhir dan aku pun bisa kembali bermain bersama teman-teman dan pacar, hahahaha. Hari-hari ujianku di kulit memang berat, tapi untunglah berakhir dengan baik. Walau sulit tapi itu merupakan kenangan yang tak tergantikan dalam masa Koass ini. Diulang? maaf saja deh enggak kalau itu sih, hahahahaha.

Begitulah kiranya cerita yang ingin saya bagi kepada para pembaca, dan lain waktu akan saya ceritakan hal lain seputar saya di bagian lain. Jangan segan-segan kirim cerita-cerita menarik kalian di Rumah Sakit baik hal-hal lucu, romantis atau bahkan cerita hantu sekalipun ke phemaw.adit@gmail.com. Cerita yang dikirim akan diedit sesuai keperluan agar tidak merugikan orang-orang tertentu.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Nobody's Perfect

Holla semuanya, sebut saja saya sebagai Banar. Setelah baca beberapa cerita di sini (yang kebetulan masih dikit ya, Boss?), saya juga tertarik berbagi pengalaman saya akan seorang teman saya bernama Joseph (bukan nama sebenarnya-red). Semoga cerita ini bisa bermanfaat bagi kita semua yang membacanya. Enjoy!!! :)

PS : Sebelum memulai cerita ini, ada satu pesan yang ingin para pembaca ingat dan camkan dalam hati, yaitu :

"Kalau kita yakin bahwa ada orang yang akan selalu percaya pada kita, mungkin tidak akan banyak orang yang melakukan kejahatan" (Saya kutip dari salah satu komik favorit saya)

Aku dan Joseph berasal dari sebuah Universitas terkemuka di kota yang saat ini sedang ramai dengan hujan (walau kayanya sekarang lebih cocok buat Bandung dan Jakarta ya,hehe). Saya pertama kali bertemu dengannya adalah saat upacara penerimaan mahasiswa baru (semacam inagurasi). Saya dan dia menjadi perwakilan mahasiswa baru diangkatan kami. Mengapa harus kami? Karena dari gossip yang terdengar, kami berdua memiliki nilai paling bagus saat pelaksanaan ujian masuk dimana dia menduduki peringkat pertama dan saya di peringkat kedua. Selain itu, selama masa OSPEK, kami berdua adalah kadet-kadet yang paling taat dan selalu mengerjakan tugas kami dengan baik sebagai ketua kelompok masing-masing (bukan nyombongin ya, tapi beginilah kata senior kami, haha).

Sebagai perwakilan dari mahasiswa angkatan baru, tentu kami harus saling mengenal satu sama lain, karena mungkin saya atau dia bisa menjadi ketua angkatan dan wakilnya. Jika pusat hancur tentu semua akan berantakan bukan? Setelah berkenalan dengan Joseph, saya pun mengetahui kalau dia adalah anak yang sopan, pintar dan rajin dalam bekerja. Saya rasa tidaklah heran jika dia menjadi ketua angkatan dan saya pun rela menjadi wakil dari ketua yang seperti ini.

Waktu pun berselang, entah kenapa di angkatan kami belum juga tertunjuk ketua angkatan selama 2 Bulan kami masuk. Ada beberapa orang yang mendukung saya dan sisanya mendukung Joseph. Memang sebelumnya saya bilang rela jika Joseph menjadi ketua, akan tetapi, entah kenapa harga diri saya saat itu tidak mengizinkannya untuk kalah begitu saja (mohon maaf karena sebelumnya saya selalu di"atas", jadi sedikit post power syndrome).

Dalam menjalani kehidupan di Fakultas Kedokteran, kami berdua pun saling bersaing satu sama lain untuk menjadi yang terbaik. Dalam bidang Anatomi, Faal, Histologi, Patologi dan Skill Klinik kami sama baiknya dan tak jarang mendapat nilai yang bagus. Entah sejak kapan, hubungan persaingan itu pun berkembang menjadi hubungan yang erat, baik sebagai saingan maupun sebagai sahabat.

Pada suatu hari, saya diundang untuk ke rumahnya, dan ternyata dia tinggal di sebuah mansion besar yang sangat luar biasa membuat mulutku menganga lebar (maklum saya keluarga biasa dan saat itu tinggal di kost-kostan). Di dalam rumahnya yang besar, terpampang beberapa foto hasil lukisan yang terdiri dari dirinya dan keluarganya. Sangat menyenangkan sekali saat itu melihat ekspresi di foto keluarga mereka yang tersenyum lepas tanpa beban dan menggambarkan keluarga yang sangat hangat. Akan tetapi, saat masuk ke ruang tamu, ada satu lukisan yang langsung membuatku heran dan bertanya-tanya. Sebuah foto lukisan ibunya yang besar terpampang di tengah ruang tamu. Parasnya sangat cantik, seorang campuran bangsa Indonesia dan Belanda. Di saat aku sedang mengamati foto itu dengan seksama, Joseph kemudian memulai pembicaraan :

"Kenapa, Nar? Kamu ko kaya heran sih ngeliat foto ibuku?", tanya Joseph
"Eh?Engga...Aku hanya heran saja kenapa foto ini dipajang di ruang tengah tanpa ada foto-foto lain dan ukurannya juga besar sekali ya? Pasti ayahmu sangat mencintai ibumu,hehehe.", jawabku santai.
"Oh, itu memang foto ibuku, tapi saat ini sudah senjadi almarhumah....Jadi kamu jangan heran ya", jawab Joseph diikuti nada yang terlihat sedih.
"Eh, Astagfirullah...aku minta maaf ya nanya sesuatu yang buat kamu ga enak...Turut berduka, kenapa bisa?", tanyaku lagi. (jujur saat itu saya sudah ga enak, tapi masih penasaran)
"Oh, ga apa-apa ko...tapi mending kita ganti topik aja ya...gimana kalau kita main catur, Nar?", jawab Joseph berusaha mengalihkan.
"Oke, siap ya kamu buat kalah lagi!!", jawabku penuh semangat (saat itu saya ga berani tanya lebih jauh, takut buat dia tersinggung)

Malam harinya di kostanku, akhirnya kedatangan tamu yaitu ayah-ibuku yang datang menjenguk dan mengajak makan di luar (sumpah seneng banget, namanya juga derita anak kost). Kami akhirnya memilih salah satu tempat steak terenak di kota ini dan saya pun menceritakan apa saja yang telah saya alami selama ini untuk melepas kangen dengan ayah-ibu saya. Ceritaku berputar mengenai Joseph sahabat karibku itu yang ternyata Ayahnya adalah teman baik ayahku di Jakarta (lucu ya bisa kebetulan begitu). Akan tetapi, di saat itulah saya tahu kenyataan kenapa Joseph tidak mau bercerita tentang ibunya. Ayahku adalah seorang polisi dan ternyata keluarga Joseph berasal dari Jakarta juga (pantas logatnya tampak tidak asing). Saat keluarga Joseph tinggal di Jakarta 1 tahun yang lalu, ibunya meninggal akibat serangan jantung saat diserempet oleh mobil yang menyetir ugal-ugalan di malam hari. Kenapa Joseph tak mau cerita? karena ini semua berhubungan dengan apa yang akan terjadi selanjutnya pada hidupnya selama ini.

Ayah Joseph adalah seorang dokter penyakit dalam terkemuka, setelah insiden yang terjadi pada istrinya, beliau yang tadinya baik berubah menjadi cenderung menutup diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menyelamatkan sang Istri. Setelah kejadian itu, ayahnya berpendapat bahwa "Tidaklah cukup seorang dokter kalau tidak saling melengkapi", sehingga Joseph dituntutnya untuk menjadi dokter spesialis bedah jantung (mungkin untuk mengobati rasa bersalahnya). Demi mencapai keinginannya itu, dia bahkan selalu memarahi dan memukuli Joseph jika dia gagal dalam suatu ujian (jangan ditiru ya, Bu, Pak). Sungguh suatu cerita yang tragis mengingat Joseph selalu berusaha tersenyum di depan teman-temannya seakan tidak memiliki beban di pundaknya. Saat itu saya bersumpah apapun yang terjadi, saya akan terus bersahabat dengan Joseph.

Waktu pun berselang, saya dan Joseph akhirnya lulus dari masa perkuliahan dan memulai masuk ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu dunia perKOASSan. Alhamdulillah kami berdua lulus dengan predikat cum laude (klo ga salah tulis). Ini sudah merupakan awal yang baik buat kami berdua untuk menjalani jenjang yang lebih tinggi dan kami pun tak sabar untuk segera masuk.

Ternyata kehidupan di koass sama sekali berbeda dari apa yang kami bayangkan. Di sini dibandingkan kami mendapat ilmu, kami lebih mirip sebagai pembantu untuk dokter senior (ga apa-apa sih sekalian belajar) dan suster. Kepada dokter senior tentu kami tidak protes, tapi pada suster?? Kami dipekerjakan bagai rodi sementara mereka asyik menelpon pacar atau berleha-leha (entah mau balas dendam atau memang sudah tradisi dari dulu). Kehidupan di sini pun jauh lebih menyeramkan daripada yang kami bayangkan. Terkadang teori tidak selalu sesuai dengan praktek. Saya pun entah sudah beberapa kali berteriak dalam hati saat melakukan tindakan.

Diantara kami semua, hanya satu orang yang bisa melaksanakan semua hal di atas dengan baik dan tetap tersenyum. Dia adalah Joseph. Dokter-dokter menyukainya karena selain pintar, dia bekerja dengan logika dan cepat tanggap akan sesuatu. Hubungan dengan suster pun sangat baik (lagipula sebagai laki-laki dia terhitung berwajah tampan). Mungkin hampir tidak ada masalah apabila kamu satu bagian dengannya sekalipun ada masalah, semuanya dapat ia atasi dengan baik.

Dua bulan pun berselang, hari inilah hari dimana inti cerita ini berada. Kami (saya dan Joseph) secara kebetulan berada dalam bagian Obstetri dan Ginekologi. Selama kami berdua berduet, tidak pernah ada masalah yang terjadi di bagian ini. Saya dan Joseph pun mendapat perhatian dari para konsulen. Akan tetapi, kami tidak sadar bahwa ada senior-senior dan teman-teman yang iri akan keberhasilan kami.

Seorang pasien dengan PEB (Preeklamsia berat, dimana ibu hamil menderita tekanan darah tinggi saat kehamilan dan harus diobservasi ketat karena berbahaya bagi ibu dan janin). dipegang oleh Joseph sejak 2 hari yang lalu. Joseph tidak pernah luput untuk mengobservasi pasien ini karena dia tahu akan bahayanya. Akan tetapi, malam itu, malam dimana Joseph sedang tidak jaga malam, dia pun mengoperkan status pasiennya kepada seorang senior yang menurut dia bisa ia percaya dan meninggalkannya dengan harapan tidak ada apa-apa hingga besok pagi dia datang. Masalah akhirnya timbul saat malam hari, dimana Sang Senior pergi makan keluar Rumah Sakit dan pasien yang bersangkutan mengalami Eklamsia (bentuk yang lebih berat dimana pasien kejang-kejang dan harus segera ditangani) hingga akhirnya tidak berhasil ditangani karena terlambat penanganan dan rujukan ke konsulen. Pasien pun kemudian akhirnya meninggal dunia beserta bayi yang dikandungnya. Pihak keluarga pun menuntut ke Rumah Sakit dan mau membawa ke pengadilan.

Perlu saya tekankan bahwa perkumpulan dokter adalah suatu hal yang cukup menakutkan. Sekali kita terperangkap masuk di dalamnya, tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan. Apabila ada seseorang bilang "hitam" maka "hitam"lah yang akan dilakukan. Sungguh mengerikan jika kita sudah tercap "hitam" di organisasi tersebut.

Satu hari setelah kejadian, terjadilah rapat besar di bagian kami untuk membicarakan kronologis bagaimana cerita ini berlanjut. Satu hal yang luput dari kami adalah, senior yang Joseph titipi ternyata memiliki dendam pribadi kepada Joseph dan berusaha memfitnahnya. Saat konsulen kami menanyakan kejadiannya, entah kenapa semua orang yang berniat jahat pada Joseph dapat berkumpul secepat itu dan memfitnahnya sebagai pelaku kasus ini. Joseph tentu tidak terima karena saat itu dia sedang jaga malam, akan tetapi, entah kenapa nama orang yang jaga malam di hari itu berubah menjadi namanya dan bukan nama sang Senior. Konsulen pun mulai tampak marah melihat Joseph berusaha membela dirinya. Hal yang kemudian terjadilah yang membuat saya malu sampai sekarang dan bahkan tidak bisa memaafkan diri saya sendiri. Sebagai pembelaan terakhir, Joseph berkata pada semua bahwa dia malam itu memang tidak jaga dan sedang belajar bersama di rumah saya. Saat itu semua mata tertuju pada saya, mengharapkan jawaban sambil melihat saya dengan tatapan seakan pemburu hendak menerkam mangsanya. Dan coba kalian tebak, saya bilang bahwa itu TIDAK BENAR!!!. Saya pun melihat betapa kecewanya Joseph dengan jawaban saya itu.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan saya bisa membela Joseph dan tidak membelanya. Akan tetapi, ketakutan saya akan dikucilkan dari organisasi dan merusak masa depan hidup saya mengalahkan segalanya. Bagi seseorang yang membantu orang yang dikucilkan oleh masyarakatnya, hanya ada satu pilihan, yaitu jatuh ke jurang yang sama. Karena tindakanku inilah akhirnya Joseph dikeluarkan dan dikucilkan dari dunia kedokteran oleh komunitas. Tidak lama setelah peristiwa itu, Joseph pun entah pindah entah kemana dan tidak pernah terdengar kabarnya lagi.

Inilah mengapa judulnya ada "tidak ada orang yang sempurna". Sebagaimana pun manusia berusaha untuk menjadi perfect, tetap saja pada akhirnya akan ada belang di tubuhnya. Mungkin kita semua tidak menyadarinya karena kita sendiri yang berperan sebagai pelakunya, tapi cobalah mulai sekarang menginstrospeksi diri kita sembelum belang kita terlihat oleh orang lain.

NB : Jika Joseph membaca tulisan ini, saya sangat ingin meminta maaf sebesar-besarnya pada dirinya. Saat ini saya hanya bisa berharap dan berdoa yang terbaik untuk Joseph dimanapun dan apapun yang dia sedang lakukan sekarang.

Dari Seseorang Yang Masih Ingin Menjadi Sahabatmu

Someone to Remember Part 2

Hello, masih dengan Jacky di sini. Sekarang aku akan lanjutkan ceritaku dengan Bintang. Semoga para pembaca gak bosen ya buat bacanya, hehehehe...

The Truth

Cerita kedua ini berawal dari aku mengajak Bintang untuk pergi nonton. Pada waktu itu, Bintang setuju untuk pergi nonton, tapi dia bilang hal yang membuat perasaan ku tidak enak :

“Aku ajak si Anna ma temennya juga ya, soalnya mereka juga mau nonton tuh.”

Tapi apa boleh dikata, susah untuk menolak keinginan sang pujaan hati kalau kita lagi deket-deketnya dan Bintang pun selalu punya cara agar aku berkata “iya” (tapi ga selamanya juga sih, hehehehe). Setelah menunggu Bintang mengonfirmasi ke Anna, akhirnya didapatkan suatu keputusan yaitu ANNA GA JADI IKUT!!!TAPI TEMENNYA TETEP IKUT. Para pembaca mungkin sudah mengerti kan kenapa firasatku jadi ga enak? Ya inilah maksudnya. Temennya Anna (karena ga enak, sekarang kita sebut saja dia Ari) ternyata ada gelagat-gelagat mendekati Bintang juga. Kebetulan karena aku punya insting yang terlatih dari dulu karena baca komik detektif Conan (apa coba?emang nyambung?hahahahaha), dari cara ngomongnya yang sok pamer dan cari perhatian terus ma Bintang, aku pun merasa dia punya feeling ma Bintang. Klo diinget lagi, sumpah BeTe banget ampe saat jalan-jalan pun aku malah sibuk belajar (Nah lho?aneh kan?) padahal mana pernah seorang Jacky belajar klo besoknya ga ada apa-apa. Singkat cerita karena kesel dan Bete kehilangan waktu berdua, akhinya aku pun minta diturunkan di jalan pulang di suatu tempat makan. (hal ini kebetulan berhubung ada temen-temenku yang lagi pada makan di sana, jadi ya sekalian aja kali ya?)

Dua bulan kemudian berselang, Bintang dan aku sama-sama sedang memasuki bagian yang kita sebut MAYOR karena kesibukannya dan ada tugas jaga malam (Bagian ini yang kebanyakan merenggut sebagian besar hidup seorang KOASS). Saat itu instingku bekerja lagi (cieee!!!), aku mulai merasa kejanggalan dengan Bintang karena setiap aku mengajaknya pergi jalan-jalan, dia selalu menolak dengan berbagai alesan. Karena kesal dan penatnya diriku saat itu, aku pun berpikiran untuk mendiamkan dia selama 4 hari (sebenernya sih 3 hari tapi 1 hari lagi aku sibuk,hehehe) bahkan melontarkan kata-kata yang kurang baik melalui smartphone milikku kepadanya yang terdapat kata-kata “Kasi dikit pelajaran”, dan paginya Bintang membalas dengan “Aku bukan cari-cari alesan lho.”. Saat itu aku hanya bisa think positive atas balesan Bintang dan tak mau berpikir macam-macam.

Empat hari kemudian, para junior dari almamater kami (para mahasiswa-red) ternyata mengadakan sebuah acara keakraban, dan temanku si Adhi menyuruhku untuk mengajak Bintang dan Capung kesana (sialan tuh si Adhi, nyuruh-nyuruh aku dateng tapi dia sendiri malah pacaran, hahahaha). Tapi aku sudah tahu apa jawaban Bintang, yaitu dia pasti tidak mau pergi, tapi tentunya untuk formalitas aku tetep ajak mereka dan memang DITOLAK saudara-saudara,hehehe.

Malam sebelum pergi ke acara inilah inti dari cerita ini. Bintang tiba-tiba mengirim text message pada ku yang isinya :

“Jack, aku mo cerita....tapi malu....”

Saat itu, instingku kembali mengambil alih. Perasaan tidak enak bercampur harap-harap cemas seakan menggenjot jantungku lebih kencang dari biasanya, suatu fenomena alam yang jarang terjadi (lebay mode : On). Bintang berkata "dijawab Dine". Kulihat status Dine dan hanya tertulis "homesick". Tidak mungkin kan jika Dine homesick ia jadi malu? Pasti ada hal lain yang memicu ia menjadi malu. Keesokan harinya, Bintang kembali mengirim pesan pada ku dan seakan memaksa aku untuk mencari tahu apa yang ingin ia sampaikan. Ternyata hal tersebut terjawab dengan sebuah pesan berisi :

“Jack, aku punya cowo lho...hehe...”

Sebuah mimpi yang aku alami semalam menjadi kenyataan, dan terjawab sudah semua kegelisahan hatiku semalam. Saat itu badan serta pikiranku seakan sedang ditimpa oleh sesuatu yang berat. Aku berharap saat itu aku masih tetap bermimpi dan ingin cepat-cepat terbangun dari mimpi buruk tersebut.

Hari itu, suatu hal buruk sedang terjadi padaku. Sebuah kenyataan pahit sudah terjadi dan rentetan ujian-ujian akan aku jalani pula pada hari itu. Untungnya hanya 1 ujian yang tetap terlaksana. Saat itu pun entah kenapa langit seakan sedang tidak memberi angin baik kepadaku. Teman-teman sekelompokku beberapa orang sungguh mengesalkan. Karena emosi yang kupendam dari pagi sudah sangat banyak, jangan salahkan aku ya jahat ke kalian dengan tidak memberikan kertas untuk ujian, hehehe.

Malam itu, aku hanya bisa menangis dan menitikkan air mata. Semua hal yang aku lakukan untuk menghentikannya sama sekali tidak berhasil. Sholat dan berdoa sama sekali tidak bisa menyelesaikan masalahku (maaf, melankolis sedikit). Semuanya terlalu cepat dan terlalu mengejutkan. Bantalku saat itu penuh dengan air mata dan aku pun tidak bisa tidur.

Epilogue

Esok harinya, angin masih belum berpihak kepadaku, Aku melihat Bintang di Kantin dan saat itu aku memilih untuk tidak bertemu dengannya. Hal ini aku lakukan bukan karena hendak menjauhinya, tapi jujur aku belum siap untuk bertemu dengannya langsung dan menyapanya seakan tidak ada apa-apa.

Sebuah pesan masuk ke smartphone milikku dan ternyata dari Kinam, kira-kira beginilah isi pesan dan pembicaraan kami;

“Jack, napa profile picture lu ko murung amat?”

“Gak ah, lagi males cerita.”

“Oow, kayaknya gue tau, seKOASS uda pada tahu, sabar ya Jack.”, jawab Kinam menyemangati (sumpah aku kaget karena setahuku cuma Adhi yang tahu rahasia ini)

“Huh? Cepet gitu nyebarnya?? Ada jumpa pers emang?”, tanyaku seakan tak percaya.

“Ya nggak lah, ndak pada heran sii...soalnya mereka dah deket tuh waktu stase ke luar negeri (rumah sakit mitra-red).

Whaaat??? Dalam hati aku bertanya, ternyata sudah selama itu? Apa ini yang mendasari dia berubah dan selalu menolak ajakan ku untuk pergi? Apakah kata-kata “bukan cari-cari alesan” itu hanya alibinya saja? Hari itu banyak pertanyaan dalam hatiku dan sebagian besar tidak terjawab.

“Maaf ya, aku hanya anggap kamu temen aku”, mungkin adalah kata-kata yang Bintang katakan atau simpan dalam hati. Sebenarnya jika hanya menganggapku sebagai Teman, kenapa dia tidak bilang saja? Mengapa saat itu kamu mau aku anterin makanan seorang diri di malam hari ke sebuah rumah sakit mitra yang jalannya sungguh asing buatku jika kamu hanya menganggapku sebagai seorang teman? Apa kamu sama sekali ga merasakan perasaan aku sedikit pun? Dan apa kamu tidak berpikir bahwa seorang lelaki rela mengantarkan makanan dan datang ketempat yang asing baginya padahal dia akan panik sendiri jika menyasar di malam hari tidaklah mengharapkan sesuatu balasan darimu? Padahal aku sering bilang padamu bahwa aku benar-benar takut dan panik bila pergi di malam hari ke suatu tempat yang asing seorang diri. Akan tetapi rasa sayang mengalahkan ketakutan dan kepanikanku malam itu.

Sebenarnya aku juga bersalah dalam kasus ini. Tidak mempunyai keberanian mengutarakan isi hati kepada orang yang disayangi. Akan tetapi, apakah menganggumi dan menyayangi seseorang itu salah? Sesungguhnya, tiada yang salah...hanya aku manusia bodoh sesuai dengan lirik lagu ADA BAND dengan judul lagu yang sama.

Membicarakan sebuah lirik lagu, saat itu aku jadi teringat akan sepenggal lirik lagu Abdul & The Coffeetheory berjudul proses melupakanmu yang kunyanyikan di malam itu (download sendiri aja klo mau denger lengkapnya ya, ni juga diimprovisasi dikit biar nyambung)

Senin 27 September...

Kucoba menyingkirkan...,

Semua benda kenangan yang kudapat darimu....

Selasa ku kumpulkan smua teman2ku,

Dan kubuat hari ini yang terindah bagiku...

Namun tetapku tak mampu melupakan dirimu, dan bayangmu masih saja hantui aku,

Itu lah prosesku…. Itu lah prosesku...itu lah prosesku... melupakanmu..

Rabu (kebetulan tepat hari ini) ku menunggu kabar dari dirimu.

Kamis aku mencari tapi kau ntah dimana....

Jumat aku putuskan ini hari terakhirku bagiku untuk meratapi kamu….

Akan tetapi, dibalik semua kesedihan dan penyesalanku itu, aku pun ingin memberikan rasa terima kasihku yang sebesar-besarnya untuk Bintang. Terima kasih telah memberikanku kesempatan bersama dengan orang yang terus bercahaya laksana bintang di langit. Perempuan yang telah bisa merubahku menjadi pribadi yang lebih baik dari pelit senyum menjadi murah senyum, dari emosional menjadi sedikit lebih tenang dan hal-hal lainnya yang tak bisa ku sebut satu-satu. Maaf saat ini aku belum bisa bertemu dengan dirimu, tapi aku janji jika perasaanku ini sudah kembali tenang, aku kan tersenyum seindah dirimu menyinari diriku selama ini.

END

Someone to Remember Part 1

Hallo semuanya, ini berawal dari temen aku yang pernah kebetulan baca situs calondokterphemaw.blogspot.com yang katanya menerima cerita-cerita menarik di dunia perKOASSan rumah sakit dan kebetulan juga udh kubaca cerita sebelum2nya (sayang masih dikit), jadi aku pun berencana mengirimkan cerita ku yang cukup berkesan di Rumah Sakit tempat bernaung. Semoga para pembaca berkesan membacanya J.

PS : aku cerita pake nama samaran aja ya, soalnya takut yang bersangkutan ga sengaja baca J

The First Encounter

Perkenalkan, namaku Jacky (bukan nama sebenarnya), dan aku seorang dokter muda yang masih bernaung di salah satu Rumah Sakit ternama di Bandung. Ceritaku ini dimulai saat awal semester 7 di dunia perkuliahan, dimana aku berkenalan dengan 2 orang cewe yang kita sebut saja si Bintang dan si Capung yang sekelompok denganku. Setelah kami berkenalan cukup dekat (udh temenan sih, tp ga begitu deket), ternyata mereka itu tinggal di tempat yang cukup dekat dengan kediamanku, hanya beda 1 gedung saja tapi masih dimiliki oleh pemilik yang sama. Hal inilah yang kemudian mendasari kami jadi sering pulang bareng dan belajar bareng lalu menjadi lebih dekat satu sama lain.

Pada awalnya, aku sama sekali tidak ada perasaan apa-apa ke mereka berdua, bahkan suatu waktu, seorang temenku yang bernama Yoxi yang suka kepada Bintang saja kubantu. Berhubung saat itu aku deket dengan Bintang, jadi kusebut saja semua kesukaan dan hal-hal penting yang diperluin untuk si Yoxi deketin dia (tapi tetep jaga rahasia penting tentunya). Selain itu, aku juga bantu Yoxi waktu mau bikin “surprise” buat Sang Pujaan Hati dengan membantu kenalin dia ke adiknya Bintang si Kelly, serta memilih kado dan kue yang cocok buat menyukseskan rencananya itu. Singkat cerita, walau prosesnya lama tapi si Yoxi akhirnya ditolak oleh Bintang karena entah alesannya apa. Hingga akhir semester 7 (akhir dari masa Preklinik), ternyata sudah banyak cowo-cowo yang mendekati Bintang dan walau aku gak nyari tahu, entah kenapa sekelilingku seakan berberbisik seperti :

“Hei Jack, si A lagi deketin Bintang.”,

Hei Jack, si B lagi deketin Bintang.”, atau juga

Hei Jack, si C nembak bintang lho tapi ditolak lagi seperti yang lainnya!!”

Pokoknya banyak cerita dan sekelilingku gak berhenti berbisik sampe aku pun bingung kenapa bisa gini.

The Love Affair

Tibalah akhir Preklinik, saat-saat terakhir kami meninggalkan kampus untuk menuju jenjang yang lebih tinggi, yaitu Koass. Akan tetapi, kami tidak bisa lulus begitu saja, ada kewajiban yang harus kami penuhi yang bernama KTI (Karya Tulis Ilmiah). Saat itu, Aku dan Bintang pergi untuk mengambil hasil akhir KTI gw yang akan dikumpulkan, tetapi proses penjilidan ternyata belum selesai. Aku dan Bintang pun akhirnya memutuskan buat makan dan bersantai di tempat yang baru kami liat saat itu. Di sanalah awalku mengagumi Bintang sebagai seorang perempuan. Di sana kami bersenda gurau saling bercerita lepas mengenai diri kami masing-masing dan mataku pun tak lepas memandangi wajah Bintang yang imut dan memiliki senyum manja. Aku pun merasakan dia begitu perhatian mendengar setiap cerita dan kata-kata yang kukeluarkan. Pikirku dalam hati :

“Hmm...pantas banyak yang menyukainya, selain cantik, dia pun baik, pintar dan ramah kepada semua orang.”

Malam itu pun menjadi salah satu kenangan yang tidak bisa kulupakan dalam hidupku, karena itulah malam dimana aku menganggumi seorang perempuan dan awal mula benih ketertarikanku sebagai lelaki muncul. Waktu pun tanpa kami sadari berlalu begitu saja. J

Akhir dari masa perkuliahan akhirnya berakhir. Kami semua sudah lulus sebagai “calon dokter” untuk maju ke jenjang yang lebih tinggi yaitu “dokter muda”. Saat di kami di yudisium, alangkah malunya aku saat tahu bahwa dia berada di peringkat 10 terbesar sedang aku berada di peringkat 10 terkecil. Rasa kaget, malu dan minder sempat mengurungkan niatku untuk mendekatinya. Akan tetapi, dia ternyata tidak memperhatikan hal tersebut dan malah mendukungku agar berusaha lebih giat lagi. (Mungkin saja dia takut akan menyinggungku, tapi siapa yang tahu?)

Saat itu ada hal yang membuatku senang. Saat wisuda kami berkumpul bersama keluarga dan aku pun berinisiatif untuk bertemu dengan keluarganya Bintang. Niat hatiku ingin berfoto dengan Bintang berdua tapi apa daya ada Omi, jadi bertiga (T_T). Hal yang membuatku senang adalah saat dimana ayah Bintang mengambil sebuah bunga dari karangan bunga yang banyak yang didapat dari Bintang (berhubung banyak fans) dan memberikannya pada ku.

“Pah, Bintang udah kasih bunga ko buat Jacky.”, kata Bintang dengan senyumnya yang manis.

“Iya, tapi papah kan belum”, jawab ayahnya santai.

Wah, alangkah senangnya aku mengetahui keluarga Bintang sungguh baik-baik semua. Tapi aku sangat malu karena tidak memberi Bintang bunga karena pemesanan sudah ditutup. Hal ini tentu kubalas dengan mengirimkannya sebuah karangan bunga siang harinya.

Setelah yudisium, masa liburan panjang pun dimulai. Kebanyakan dari kami kembali ke daerah kami masing-masing (termasuk aku). Akan tetapi, entah kenapa aku tak bisa menghilangkan perasaan aneh yang mulai timbul di dalam dadaku. Suatu perasaan rindu dan kekurangan mengingat tak ada Bintang yang menemaniku di samping. Oleh karena itulah, aku pun tetap berhubungan dengannya melalui text messaging. Setiap hari dan setiap waktu yang kami lalui melalui hubungan jarak jauh tersebut ternyata cukup mengobati perasaan aneh yang ada di dadaku ini dan kurasa inilah yang kita sebut kangen atau rindu. Benih itu pun kemudian tumbuh secara perlahan-lahan.

Saat itu, aku sempat curhat kepada teman baikku sejak SMA yang bernama Chip. Kira-kira beginilah percakapan kami.

“Jacky, Lu mending ungkapin tuh semua perasaan lu ke dia, klo ga lu nyesel lho ntarnye”

“Tapi gw bingung, Chip, entah kenapa gw ngerasa malu ma minder buat deket ma dia....Lu bayangin aja, kita nih udh kaya Bumi sama Langit!!!”

“Heh, Jack, walau dia ga punya feeling ma Lu, kan minimal dia tau Lu suka ma dia!!Iya Ga??!!”

“Iya, Chip, tar klo waktunya tepat gw pasti bilang ke dia....Lu tenang aja.”

The Obstacles

Beberapa minggu berlalu setelah obrolan ku dengan Chip, tapi ternyata omongan tidak semudah pelaksanaannya. Aku sampai saat itu belum bisa mengungkap isi hati ku pada Bintang. Kami pun mulai masuk ke dunia perKOASSan dan karena disusun berdasarkan ipk, Bintang pun mendapat kesempatan untuk masuk lebih dulu dariku. Disinilah kemudian timbul masalah-masalah yang dulu tidak membuatku risih, akan tetapi sekarang membuatku emosi setengah mati. Saat menjalani proses menjadi koass, Bintang di dekati oleh seorang senior (kita sebut dia Fram). Kedekatan mereka berawal karena mendapatkan stase yang sama di Rumah Sakit. Inilah yang menjadi halangan awalku dengannya untuk bisa bersama. Tapi apa yang harus aku lakukan? Mendatangi dia terus gampar ma marah-marah?Memangnya aku ini siapa? (walau sebenarnya ingin). Bahkan saat mereka udah berbeda stase pun, Fram selalu menghubungi Bintang dan tak jarang mengganggu kami saat sedang pergi karena Fram menelponnya berkali-kali.

Pernah suatu ketika, aku mengajak Bintang untuk pergi nonton, akan tetapi dia menolaknya karena merasa cape dan lagi males. Aku pun tidak ingin memaksannya karena akan merusak image-ku di matanya. Beberapa hari kemudian, temanku Hadi, mengatakan padaku klo Bintang malam itu pergi dengan Fram untuk menonton. Dia sangat yakin karena melihatnya langsung dan kebetulan sedang menonton juga bersama pacarnya di tempat yang sama. Selain itu, Hadi pun melihat temenku Omi sedang menontong bersama Capung yang tentu saja membuatnya keheranan.

Masalah keduaku ternyata berasal dari Omi. Dari bisikan-bisikan yang kuperoleh (ngeri juga ya bisikan-bisikan terus), ternyata Omi pun menyukai Bintang dan setelah Hadi mencari tahu dan juga sumber dari Capung, ternyata Omi mengajak Capung nonton agar bisa pura-pura kebetulan bertemu dengan Bintang (Ambisius sekali ya Omi). Semenjak saat itu pun, Omi menjadi sering mengajak aku, Bintang dan Capung untuk keluar bersama. Tapi aku mengatakan pada mereka

Aku ga mau ah pergi klo ada si Omi.”

“Emang kenapa, Jack? Dia baek ko...tp emang rada aneh sih...”, kata Bintang

Saat itu mereka pun tetep pergi tanpaku karena aku males dengan kehadiran Omi, tapi biarlah, seorang lelaki harus konsisten dengan apa yang dia katakan.

Suatu ketika adiknya Bintang, si Kelly sakit dan aku pun berinisiatif untuk mengunjunginya. Akan tetapi alangkah kagetnya aku dengan kehadiran Omi di kamar itu. Aku pun keluar sebentar untuk memberikannya buah-buahan segar untuk disantap, tapi Bintang dan Omi entah sudah pergi kemana. Esok harinya, datanglah temenku si Yudha mengatakan bahwa Omi sudah menembak Bintang dan DITOLAK!!! Woow!!! That’s Shocking me...

Love is in the Air

Seiring berjalannya perKOASSan, kami pun mulai sibuk di stase masing-masing.jarang ada kesempatan buatku dan dirinya untuk berpergian. Tapi klo ada kesempatan, hal inilah yang di atas segalanya buatku. Suatu ketika, aku, Bintang dan Capung (kami seperti trio kwek-kwek) berencana untuk berpergian dan temanku si Kinam menelpon mengundangku untuk acara ulang tahunnya. Awalnya aku sempet bingung, tapi memang Bintang di atas segalanya. Ajakan Kinam pun kutolak dengan halus.

Di Rumah Sakit kami ada kalanya harus menuntut ilmu di Rumah Sakit lain menambah pengalaman. Kebetulan sekali Bintang harus ke Rumah Sakit luar kota dan meninggalkan kota ini. Sangat lucu sekali saat kami berhubungan lewat text messaging dan kutulis “cepat pulang, cepat kembali jangan pergi lagi” yang malah dibalasnya “firasatku ingin kau tuk cepat pulang.. hahahaha…”. Wah, perasaan kangen, rindu serta ketertarikanku semakin besar saat itu dan sangat berharap sekali dia untuk cepat pulang menemaniku lagi di sini.

Setelah 2 minggu berselang dan Bintang sudah kembali ke Kota ini, mendadak dia munghubungiku untuk pergi ke Rumah Sakit malam itu. Dia bilang ada tugas yang belum terselesaikan dan deadlinenya sudah dekat. Tanpa pikir panjang aku pun mengantarkannya ke Rumah Sakit (apa sih yang nggak buat pujaan hati) dan saat itu bertemu dengan temannya Anna yang saat itu sedang kusut karena sedang jaga IGD. (sumpah mukanya Anna pengen bikin gw ketawa)

Mengapa disebutkan si Anna?karena ini penting untuk cerita selanjutnya. Kira-kira segini dulu ya. Nanti aku buat lanjutannya dimana semua kenyataan dan akhir cerita ini berada.

BERSAMBUNG